MENJADI BAGIAN DARI DUNIA KRISTEN YANG DIANIAYA
Ketika banyak dari kita yang tinggal di Barat tidak hidup dalam sebuah atmosfer dimana kesyahidan bukanlah sebuah ancaman atau sebuah realitas, adalah sangat penting bagi kita untuk tetap terhubung dengan saudara-saudari kita yang mengalaminya. Pada saat ini ada beberapa negara diseluruh dunia dimana penganiayaan dan kesyahidan adalah sesuatu yang umum terjadi di sana. Saya percaya ada sebuah langkah-langkah praktis yang bisa kita lakukan untuk menghubungkan hati kita dengan mereka yang hidup di garis depan. Tentu saja gereja Kristen di bumi perlu mengusahakan ikatan persaudaraan yang kuat, saling mendukung dan terhubung satu sama lain. Dan tentu saja kita yang hidup di Barat, yang saat ini “tinggal di negara yang aman,” bisa mengambil manfaat dengan mengecek secara teratur apa yang tengah terjadi di belahan dunia lain.
Yesus menjelaskan prinsip ini pada kita dengan berkata bahwa dimana harta kita berada, di situ juga hati kita berada. “Harta” kita mungkin bisa didefinisikan sebagai sesuatu yang lebih daripada sekedar uang kita. Di samping keuangan kita, waktu dan energi kita pun bisa dikategorikan sebagai harta kita. Jadi jika kita ingin membangun hati yang terhubung dengan mereka yang tinggal di negara-negara dimana terjadi penganiayaan, maka ada hal-hal sederhana yang bisa kita lakukan. Tentu saja kita bisa memulainya dengan terlebih dahulu mencari tahu siapa mereka dan dimana mereka berada, dan kita bisa mulai mendoakan mereka secara teratur. Jika anda adalah seorang pemimpin atau seorang pastor, saya mendorong anda untuk menyediakan waktu singkat ketika ibadah di gereja tengah berlangsung, untuk mendoakan saudara-saudari kita yang tengah dianiaya di seluruh dunia.
Dengan melakukan hal ini, anda sedang memfasilitasi berkembangnya sebuah ikatan antara seluruh jemaat anda dengan gereja yang dianiaya. Ini sesuatu yang baik untuk dilakukan bagi mereka yang hidup di negara yang nyaman seperti di Barat.
Yang kedua, kita bisa mulai dengan membangun hubungan-hubungan dengan orang-orang yang nyata, yang hidup di bawah ancaman penganiayaan. Menulis surat, e-mail, atau kunjungan-kunjungan adalah cara-cara sederhana yang bisa dilakukan untuk membangun ikatan saling mendukung. Jika anda memiliki sebuah keluarga muda dengan anak-anak, maka anda bisa “mengadopsi” sebuah keluarga di negara yang masih ada penganiayaan. Keluarga anda bisa saling berkirim surat dan anak-anak bisa membuat lukisan/gambar dan saling mengirimkan hadiah-hadiah kecil satu sama lain. Sebagai sebuah keluarga, anda bisa secara reguler mendoakan teman-teman anda yang ada di Pakistan, Cina, Irak, atau dimana pun mereka tinggal.
Dan yang terakhir, tentu saja anda bisa mengirimkan uang. Jangan merasa bahwa anda wajib memberikan uang dalam jumlah besar kepada mereka, tetapi berikan jumlah tertentu yang anda kirim setiap bulan kepada mereka; dan berikan ketika anda merasa sejahtera untuk memberikannya. Bahkan ketika anda cuma bisa memberikan lima dollar per bulan, anda tetap telah menanam sebuah benih dan membangun sebuah jembatan.
Bagaimana anda bisa melibatkan diri dengan gereja yang dianiaya? Pertama-tama, ada bermacam-macam organisasi yang melayani secara langsung gereja-gereja yang dianiaya di seluruh dunia. Setiap pelayanan memiliki penekanannya sendiri. Saya akan menunjukkan pada anda empat jenis pelayanan yang sangat baik, yaitu:
Voice of the Martyrs di www.persecution.com
Operation Nehemiah di www.operationsnehemiah.org
The Barnabas Fund di www.barnabasfund.org
Open Doors Ministries di www.opendoorsusa.org
Tiap pelayanan memiliki sebuah newsletter yang menyediakan informasi mengenai kejadian-kejadian terkini, di samping pokok-pokok doa dan cara-cara praktis bagaimana anda bisa mendukung pekerjaan mereka. Jika anda punya e-mail, maka setiap organisasi akan mengirimkan berita-berita terkini dan pokok-pokok doa, yang akan dikirim setiap hari lewat e-mail. Hubungilah salah satu dari organisasi-organisasi ini dan minta mereka untuk membantu anda membangun sebuah kontak seperti yang telah kita diskusikan di atas.
MEMPERSIAPKAN DIRI UNTUK MENJADI MARTIR
Tetapi kesyahidan bukan hanya sesuatu yang kita pikirkan mengenai mereka yang tinggal di negara yang jauh. Tiap orang yang mengklaim dirinya sebagai “orang Kristen” harus mempersiapkan hatinya untuk menjadi martir. Ini bukanlah sebuah persiapan yang bisa dipilih oleh mereka yang tinggal di negara dunia ketiga atau mereka yang hidup pada kurun waktu tertentu dalam sejarah dunia. Mempersiapkan diri menjadi martir senantiasa merupakan bagian dari apa artinya menjadi seorang Kristen sejati. Kekristenan adalah satu-satunya agama yang telah memperlihatkan teladan tertinggi dimana ada seorang Manusia (Yesus) yang dianiaya dengan sangat sadis dan kemudian dibunuh di depan publik. Sebagai orang-orang Kristen kita adalah pengikut-pengikutNya. Sayangnya konsep kesyahidan masih menjadi konsep yang asing bagi kebanyakan kita yang tinggal di kebudayaan Kristen Barat. Tetapi di banyak tempat dalam dunia kita saat ini, misalnya Cina, Pakistan atau di Timur Tengah, mereka yang memilih untuk menjadi pengikut Yesus, semuanya menyadari bahwa mereka harus berkata “Ya” terhadap potensi bahwa suatu hari nanti bisa saja mereka akan menjadi martir. Ini juga yang terjadi terhadap orang-orang Kristen yang hidup pada kurun waktu tiga ratus tahun pertama dari sejarah gereja. Penganiayaan dan menjadi martir adalah sesuatu yang umum dialami oleh mereka, khususnya yang memegang posisi-posisi sebagai pemimpin.
KESYAHIDAN DAN MUJIZAT
Namun selama periode gereja mula-mula, dan sejak komunis mengambil alih Cina, ketika kesyahidan menjadi sesuatu yang umum terjadi, ternyata gereja bertumbuh dengan subur. Bukan hanya gereja bertumbuh dalam atmosfer seperti itu, tetapi bahwa ia juga mengalami kuasa yang sangat dahsyat. Mujizat-mujizat, nubuatan-nubuatan, pengalaman-pengalaman dengan malaikat, penglihatan-penglihatan: ini semua adalah pengalaman-pengalaman yang biasa kita baca di sebuah atmosfer ketika terjadi aniaya yang hebat. Karena itu tidaklah mengherankan, Alkitab sendiri mengatakan bahwa pada hari-hari terakhir, ketika penganiayaan semakin meningkat di seluruh dunia, gereja yang menjadi semakin besar juga akan mengalami kuasa yang dahsyat seperti itu:
Dan akan terjadi pada hari-hari terakhir, Elohim berfirman, Aku akan mencurahkan dari Roh-Ku ke atas semua daging, dan anak-anak lelakimu dan anak-anak perempuanmu akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan melihat penglihatan, dan para tua-tuamu akan dimimpikan mimpi-mimpi;
bahkan, Aku pun akan mencurahkan dari Roh-Ku ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki dan ke atas hamba-hamba-Ku perempuan pada hari-hari itu, dan mereka akan bernubuat.
Dan Aku akan memberikan keajaiban-keajaiban di langit, di atas, dan tanda-tanda di bumi, di bawah: darah dan api dan kabut asap.
Matahari akan diubah menjadi gelap dan bulan menjadi darah, sebelum hari YAHWEH yang besar dan mulia itu datang. Kis 2:17-20
Alkitab menubuatkan dengan jelas bahwa hari-hari terakhir akan menjadi sebuah periode yang tidak hanya ditandai oleh penganiayaan dan kesyahidan, tetapi juga oleh pengurapan yang sangat melimpah oleh Roh Kudus sehingga akan banyak terjadi mujizat dan kuasa Tuhan akan didemonstrasikan. Tuhan akan menunjukkan tanda-tanda yang besar dan ajaib, bukan hanya di surga tetapi juga “di bumi yang ada di bawah.” Selama hari-hari terakhir, gereja secara simultan akan semakin memperlihatkan terangnya dan akan mengalami bagaimana kegelapannya dikalahkan.
DIKALAHKAN UNTUK MENJADI PEMENANG
Dalam kitab Daniel dan kitab Wahyu, kita bisa melihat artikulasi yang paling jelas dari paradoks ini. Ketika Tuhan menyatakan gambar-gambar mengenai hari-hari terakhir kepada Daniel, maka Daniel menjadi sangat bingung dan putus asa. Daniel sendiri berkata bahwa setelah ia melihat hal-hal itu, maka ia menjadi sakit dan tetap sakit selama beberapa hari. Apa yang disaksikan oleh Daniel? Ketika Tuhan mengunjungi Daniel dengan penglihatan-penglihatan mengenai hari-hari terakhir, ia melihat misteri dan paradoks dari salib sebagaimana yang dihidupi oleh gereja. Daniel melihat arti yang sesungguhnya yaitu gereja secara literal pada hari-hari terakhir akan mengalahkan Setan dan tanduk-tanduknya, dan mereka akan menerima upah mereka yaitu Kerajaan Elohim:
Aku melihat tanduk (anti Kristus) itu mengadakan perang melawan orang-orang kudus dan menguasai mereka,
sampai Yang Lanjut Usia itu datang. Dan keadilan diberikan kepada orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi; dan waktunya tiba, dan orang-orang kudus itu memiliki kerajaan.
Demikianlah dia berkata, “Binatang yang keempat itu akan menjadi kerajaan yang keempat di bumi, yang akan berbeda dengan segala kerajaan dan akan menelan seluruh bumi, menginjak-injaknya, serta meremukkannya.”
Dan kesepuluh tanduk dari kerajaan ini ialah kesepuluh raja; mereka akan muncul dan yang lain akan muncul sesudah mereka. Dan dia akan berbeda dengan raja yang pertama, dan dia akan merendahkan tiga raja.
Dan dia akan mengucapkan perkataan yang menentang Yang Mahatinggi, dan akan membinasakan orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi, dan dia bermaksud untuk mengubah waktu dan hukum. Mereka akan diserahkan ke dalam tangannya hingga satu masa dan dua masa dan setengah masa.
Tetapi, pengadilan akan bersidang, dan mereka akan merenggut kekuasaannya untuk menghancurkannya dan memusnahkannya sampai lenyap.
Pemerintahan, kekuasaan, dan kebesaran kerajaan di bawah seru segenap langit akan diberikan kepada orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi, kerajaan-Nya adalah kerajaan yang kekal. Dan segala kekuasaan akan melayani dan patuh kepada-Nya.
Beginilah akhir berita itu. Aku, Daniel, pikiranku sangat menggelisahkanku, dan air mukaku berubah. Namun aku menyimpan perkara itu dalam hatiku.
Daniel 7:21-28
Bagian di atas merefleksikan apa yang dicatat dalam kitab Wahyu:
Dan kepadanya diberikan sebuah mulut yang berkata-kata besar dan hujatan, dan kepadanya diberikan wewenang untuk melakukannya selama empat puluh dua bulan.
Dan dia membuka mulutnya sebagai hujatan terhadap Elohim, untuk menghujat Nama-Nya dan kemah-Nya dan mereka yang berdiam di surga.
Dan kepadanya ditetapkan untuk melakukan peperangan dengan orang-orang kudus dan untuk menaklukkan mereka. Dan kepadanya diberikan wewenang atas setiap suku dan bahasa dan bangsa.
Dan semua yang tinggal di bumi yang namanya tidak tertulis di dalam Kitab Kehidupan Anak Domba yang disembelih sejak permulaan dunia ini, mereka akan menyembah kepadanya. Siapa mempunyai telinga, biarlah dia mendengarkan.
Jika seseorang mengumpulkan tawanan, dia pergi menuju penawanan; jika seseorang membunuh dengan pedang, seharusnyalah dia dibunuh dengan pedang. Ini adalah ketabahan dan iman orang-orang kudus.
Wahyu 13:5-10
Orang-orang kudus pada akhir zaman akan di “taklukkan.” Mereka akan gugur oleh ujung pedang. Mereka akan ditawan oleh para tentara Anti Kristus dan jutaan orang akan menjadi martir. Kitab Wahyu mengatakan bahwa mereka yang masuk ke dalam periode tribulasi jumlahnya akan sangat banyak sehingga “tak ada orang yang bisa menghitungnya”:
Sesudah hal-hal ini aku melihat, dan lihatlah, suatu kerumunan orang banyak yang tidak seorang pun dapat menghitungnya, berasal dari setiap bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, seraya berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba itu, dengan mengenakan jubah panjang putih dan ranting-ranting palem ada di tangan mereka,
dan sambil berteriak dengan suara nyaring seraya berkata, “Keselamatan bagi Dia yang duduk di atas takhta, yaitu Elohim kita, dan bagi Anak Domba.”
Dan semua malaikat berdiri di sekeliling takhta dan para tua-tua dan keempat makhluk hidup itu, dan mereka tersungkur dengan wajahnya di hadapan takhta itu dan menyembah Elohim,
seraya berkata, “Amin! Berkat dan kemuliaan dan hikmat dan ucapan syukur dan hormat dan kuasa dan kekuatan bagi Elohim kita untuk selama-lamanya, amin!”
Dan seorang dari para tua-tua itu menjawab seraya berkata kepadaku, “Mereka ini yang mengenakan jubah panjang putih, siapakah mereka dan dari manakah mereka datang?”
Dan aku berkata kepadanya, “Tuan, engkau sudah tahu.” Dan dia berkata kepadaku, “Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesukaran besar dan mereka telah mencuci jubah panjang mereka dan memutihkan jubah panjangnya dengan darah Anak Domba.
Sebab itu, mereka ada di hadapan takhta Elohim dan mereka beribadah kepada-Nya siang dan malam di tempat kudus-Nya. Dan Dia yang duduk di atas takhta itu akan berdiam di antara mereka.
Mereka tidak akan pernah lapar lagi dan tidak akan pernah haus lagi, bahkan matahari ataupun segala macam panas, sekali-kali tidak akan pernah menimpa ke atas mereka.
Wahyu 7:9-16
Dalam ayat-ayat di atas, kita melihat paradigma yang menegaskan gereja pada hari-hari terakhir. Ini adalah paradoks dari salib: Seperti Tuhan dan Guru mereka, mereka yang dikalahkan serta ditaklukkan sebenarnya mereka itu adalah para pemenang yang sesungguhnya. Ketika para tentara anti Kristus berpikir bahwa dengan menaklukkan pencela mereka secara fisik dan militer, mereka akan meraih kemenangan. Tetapi yang sebenarnya terjadi adalah mereka sedang menjerat diri mereka sendiri. Dalam hikmat Tuhan, bahkan saat berada di salib, seorang yang tampaknya sangat dihinakan, dipukuli dan dikalahkan; sesungguhnya Ia sendirilah yang secara literal telah menghancurkan Setan di bawah kakiNya (Roma 16:20). Tetapi bagaimana mereka menaklukkanNya?
Dan mereka telah menaklukkannya melalui darah Anak Domba dan melalui perkataan kesaksian mereka; mereka tidak menyayangi jiwa mereka bahkan sampai pada kematian.
Wahyu 12:11
Para penakluk akan mengarahkan mata mereka tepat pada Yesus, yang bukan hanya pemberi dan penyempurna iman kita (Ibrani 12:2), tetapi juga teladan kita. Yesus telah menetapkan tiangnya. Kesyahidan seperti ini adalah bagi mereka yang telah memilih untuk menjadi pengikut-pengikut Yesus yang memenuhi buku-buku sejarah kekristenan. Setiap rasul, kecuali satu orang, diyakini oleh para ahli sejarah gereja harus menjalani kematian sebagai seorang martir ketika memberitakan berita Kristen.
KEMATIAN STEFANUS DAN ANDREAS
Jika anda membaca kitab Kisah Para Rasul, maka anda bertemu dengan cerita mengenai Stefanus, salah seorang tua-tua di gereja mula-mula. Seperti orang-orang percaya pada hari-hari terakhir, Stefanus adalah seorang pria yang “penuh dengan kasih karunia dan kuasa Tuhan,” dimana ia melakukan banyak perbuatan-perbuatan dan tanda-tanda mujizat yang besar diantara orang-orang pada masa itu. Stefanus kemudian mati sebagai martir oleh karena berita Injil yang ia sampaikan dengan penuh keteguhan hati. Dan seperti Gurunya, sebelum mati Stefanus mendoakan mereka yang sudah membunuhnya:
Dan mereka terus merajam Stefanus yang tengah berseru dan berkata, “Ya Tuhan YESUS, terimalah rohku!”
Dan, sambil bertekuk lutut, dia berseru dengan suara nyaring, “Ya YAHWEH, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” Dan setelah mengatakan itu, ia pun meninggal.
Kis 7:59-60
Stefanus hanya seorang manusia biasa. Tetapi Stefanus adalah seorang pemenang. Jika Yesus adalah teladan kita yang terutama, maka Stefanus telah membuktikan bahwa adalah mungkin bagi kita semua untuk juga menjadi para pemenang.
Andreas adalah saudara Petrus dan salah seorang dari kedua belas murid. Andreas pun mati sebagai martir. Kisah mengenai kematiannya dicatat dalam sejarah gereja. Saya tak pernah membaca kisah kematian Andreas tanpa menangis:
Saudara Petrus, disalibkan oleh Aegeas, seorang gubernur Roma, di kota yang bernama Sebastopolis. Andreas membawa banyak sekali orang kepada iman di dalam Yesus Kristus sehingga akhirnya sang gubernur datang ke provinsi itu untuk memaksa orang-orang yang baru saja menjadi Kristen mempersembahkan korban kepada dewa-dewa dan menyangkali iman mereka. Andreas menantang Aegeas secara langsung, memberitahukan padanya agar ia menolak dewa-dewa dan berhala-berhalanya yang palsu itu; serta mendeklarasikan bahwa dewa-dewa dan berhala-berhala Roma bukanlah Tuhan melainkan Iblis dan musuh-musuh kemanusiaan. Dalam geramnya, prokonsul memerintahkan Andreas untuk tidak berkotbah dan mengajar, sebab jika ia melakukannya maka ia akan diikat pada kayu salib. Andreas menjawab,”Saya tidak akan mengkotbahkan kehormatan dan kemuliaan salib, jika aku takut dengan kematian di kayu salib.” Dengan segera ia didakwa. Ketika Andreas dibawa ke tempat eksekusi, ia melihat salib dari kejauhan dan berseru, “Oh salib, yang paling saya dambakan dan cari! Dengan pikiran yang rela, sukacita dan keinginan yang kuat, aku akan datang padamu, menjadi pelajar yang baik dari DIA yang sudah digantung di situ: sebab aku selalu menjadi kekasihNya, dan sangat rindu untuk memelukNya.”1
Setiap kali saya membaca kisah ini, saya berdoa supaya ketika kesempatanku tiba, maka aku akan memiliki roh yang sama seperti itu. Jelas bahwa Andreas sesungguhnya sudah mengantisipasi dan menantikan momen itu. Andreas tidak mengabaikan kemungkinan menjadi seorang martir hingga momen itu menghampirinya. Bahkan ia sendiri sebelumnya sudah merenungkan ide itu. Tidak terhitung cerita-cerita yang dicatat dalam sejarah gereja mengenai mereka yang menjalani kematian yang mulia di dalam anugerah Tuhan. Saya mendorong anda untuk sesekali membaca cerita-cerita seperti itu dan berbicaralah dengan Tuhan mengenai perasaan anda mengenai kesyahidan. Banyak kisah-kisah seperti itu bisa ditemukan dalam buku seperti the Foxes Book of Martyrs atau buku yang lebih modern Jesus Freaks yang dipublikasikan oleh Voice of the Martyrs.
APAKAH KESYAHDIAN ADALAH MULIA? MERANGKUL KEHINAAN SALIB
Mendengar cerita-cerita mengenai mereka yang mati dengan roh yang berani adalah sesuatu yang membesarkan hati kita. Tetapi saya meyakini tidak semua martir mati dengan roh seperti itu. Ketika kita suka membaca kisah-kisah yang berani tentang para martir disepanjang sejarah gereja, saya secara pribadi tidak berpikir bahwa setiap kesyahidan pasti merupakan sesuatu yang penuh kemuliaan. Realitas yang sesungguhnya, jarang terjadi seperti yang digambarkan dalam buku-buku. Terlintas dalam pikiran saya cerita yang belum lama terjadi mengenai seorang martir Kristen dari Korea Selatan yang bernama Kim Sun-Il, yang secara spesifik dibunuh hanya karena ia adalah seorang Kristen yang membagikan imannya kepada orang-orang Irak.
Kim Sun-Il adalah seorang Kristen Injili yang selalu memimpikan untuk menjadi misionaris bagi orang-orang Muslim. Ia belajar bahasa Arab untuk tujuan ini, dan berada di Irak untuk bekerja sebagai seorang penterjemah. Ia selalu membagikan berita Injil kepada mereka yang datang untuk berhubungan dengannya. Setelah kematian Kim, kelompok yang mengaku bertanggungjawab atas kematiannya, Tawhid wa al-Jihad membuat statement di website mereka:
Kami telah membunuh seorang kafir yang mencoba mempropagandakan Kekristenan di Irak...Orang kafir ini belajar teologi dan mempersiapkan diri untuk menjadi seorang misionaris di dunia Islam. 2
Jadi ketika banyak orang berasumsi bahwa Kim hanyalah seorang yang dipenggal karena alasan politik, tetapi bagi mereka yang membunuhnya, mereka melakukannya karena ia berbicara mengenai Yesus bagi orang-orang Irak.
Ketika Kim mendengar jelas panggilan Tuhan atas hidupnya dan dipersiapkan selama bertahun-tahun; tetapi ketika ia menemukan dirinya berada di tangan orang-orang jahat yang bermaksud membunuhnya, ia sendiri menjadi putus asa. Ia menangis dan memohon dengan sangat untuk tidak dibunuh. Rekaman ini diperlihatkan di seluruh dunia. Tiga hari kemudian lehernya dipenggal dan video tape pemenggalan itu dikirimkan ke sejumlah website. Mereka yang telah menyaksikan film ini mengatakan bahwa Kim tidak menangis atau mengemis untuk hidupnya, atau berjuang sebagaimana orang-orang yang menangkapnya membacakan pesan mereka kepada dunia kepada dunia dan kemudian memenggalnya. Mereka mengatakan bahwa Kim mati sebagai seorang yang memiliki ketetapan hati dan tidak mengajukan protes dengan berani.
Mengapa saya menyebutkan peristiwa yang sangat mengerikan ini? Sebab ini adalah sebuah realitas. Dalam anugerah dan kedaulatan Tuhan yang mengijinkan Sun mati, tampaknya ia telah menerima nasibnya dan menghadapinya dengan sebuah ketetapan hati yang solid. Tetapi realitasnya adalah bahwa hanya beberapa hari sebelum kematiannya, ia menangis dan memohonkan agar ia tidak dibunuh. Dan kebenaran yang sesungguhnya adalah, kebanyakan dari kita pun akan melakukan hal yang sama.
Dalam mempersiapkan hati kita untuk menjadi martir, saya pikir adalah penting supaya kita menyingkirkan pemahaman kita yang keliru bahwa kesyahidan adalah sebuah peristiwa kepahlawanan, penuh kemuliaan dan kehormatan seperti yang kita baca dalam halaman-halaman sejumlah buku-buku Kristen. Kita harus ingat fakta yang paling penting bahwa kesyahidan tidak dimaksudkan untuk membuat para martir kelihatan hebat. Menjadi martir bukanlah mengenai kemuliaan orang-orang Kristen, tetapi mengenai kemuliaan Tuhan.
Di sini saya mau bersikap jujur untuk sejenak. Inti yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa saya menduga pada tingkatan tertentu, kita sebagai orang Kristen – khususnya kaum pria – mungkin memiliki gambaran yang agak macho (jantan) atau idealistik dalam pikiran kita mengenai kesyahidan. Saya takut banyak orang-orang muda di gereja berpikir bahwa menjadi martir sebagai sesuatu yang “kelihatannya mempesona.” Kita membayangkan bagaimana kita akan dikenang jika kita mati sebagai seorang martir. Artinya bahwa kita akan meraih status sebagai legenda Kristen.
Tetapi jika kesyahidan adalah identifikasi dengan kematian Tuhan kita – kematian Yesus di atas kayu salib, bukankah bahwa kesyahidan juga sebuah peristiwa yang memalukan? Apakah kesyahidan dibatasi hanya sekedar sebuah kematian yang cepat? Atau apakah kesyahidan juga termasuk penderitaan, penganiayaan, dan kehinaan yang menyenangkan. Sekali lagi, kepada siapa Yesus diserahkan? Yesus tidak hanya menanggung kesakitan tetapi juga perasaan malu dan kehinaan yang besar selama ia diadili dan disalibkan. Dan bukan hanya dipermalukan dan dihina, tetapi bahwa beban yang sangat besar menindih jiwa dan rohNya hingga Ia sampai mencucurkan keringat darah. Saya memikirkan banyak cerita yang muncul dari Irak setelah perang berakhir. Saya mendengar cerita-cerita dari orang-orang yang diberikan pilihan untuk mengakui kejahatan yang tak pernah mereka lakukan atau menyaksikan anggota-anggota keluarga mereka diperkosa, dianiaya dan dibunuh. Bagaimana jika anda diberikan pilihan untuk menyangkali Yesus atau menyaksikan anak-anakmu dilecehkan dan dianiaya pelan-pelan hingga menemui ajal? Yang mana yang akan anda pilih? Saya memahami bahwa ini adalah sebuah mimpi buruk meski jika ini hanya ada dalam pikiran kita. Maafkan saya untuk membawa pikiran anda ke sini, tetapi ini juga sebuah poin yang perlu kita pikirkan. Kesyahidan bukan lambang kejantanan. Kesyahidan juga bukan kemuliaan. Kesyahidan pun bukan sekedar menanggung kesakitan yang sangat besar. Kesyahdian juga bukan hanya mati dengan penuh keagungan. Kesyahidan adalah keadaan yang memalukan, penuh kehinaan, membingungkan, dan penuh kekacauan yang belum pernah dialami oleh kebanyakan orang. Bagi saya secara pribadi, tidak membutuhkan waktu cukup panjang sebelum saya mulai mengeluh kepada Tuhan atas keadaan sulit paling ringan yang saya alami dan membuat saya jatuh ke dalam sikap yang berdosa. Jika demikian, bagaimana seseorang mempersiapkan hatinya pada kesyahidan? Kita bisa memulainya hari ini. Kesyahidan bukanlah sebuah peristiwa yang terjadi satu kali. Kesyahidan adalah identifikasi dengan Yesus ketika Ia berada di atas kayu salib. Dan memikul salib kita seharusnya sesuatu yang kita latih setiap hari.
Dan Dia berkata kepada semua orang, “Jika seseorang ingin ikut di belakang-Ku, biarlah dia menyangkal dirinya, dan memikul salibnya setiap hari, lalu mengikut Aku.
Lukas 9:23
Bukankah ini adalah sesuatu yang sudah kita tandatangani? Sebuah latihan seumur hidup yaitu supaya kita mati bagi diri kita sendiri, dan hidup bagi kemuliaan Tuhan dan bukan kemuliaan diri kita? Kita tidak bisa berharap berjalan menurut cara-cara kita sendiri pada hari ini, dan berharap untuk mati bagi Tuhan besok. Kesyahidan adalah sesuatu yang harus mulai kita hidupi saat ini juga.
Siapa yang menang, Aku akan mengaruniakan kepadanya untuk duduk bersama Aku di takhta-Ku, sebagaimana Aku pun menang dan duduk bersama Bapa-Ku di takhta-Nya. Siapa yang mempunyai telinga, biarlah dia mendengarkan apa yang Roh katakan kepada gereja-gereja.” Wahyu 3:21-22
Ketika banyak dari kita yang tinggal di Barat tidak hidup dalam sebuah atmosfer dimana kesyahidan bukanlah sebuah ancaman atau sebuah realitas, adalah sangat penting bagi kita untuk tetap terhubung dengan saudara-saudari kita yang mengalaminya. Pada saat ini ada beberapa negara diseluruh dunia dimana penganiayaan dan kesyahidan adalah sesuatu yang umum terjadi di sana. Saya percaya ada sebuah langkah-langkah praktis yang bisa kita lakukan untuk menghubungkan hati kita dengan mereka yang hidup di garis depan. Tentu saja gereja Kristen di bumi perlu mengusahakan ikatan persaudaraan yang kuat, saling mendukung dan terhubung satu sama lain. Dan tentu saja kita yang hidup di Barat, yang saat ini “tinggal di negara yang aman,” bisa mengambil manfaat dengan mengecek secara teratur apa yang tengah terjadi di belahan dunia lain.
Yesus menjelaskan prinsip ini pada kita dengan berkata bahwa dimana harta kita berada, di situ juga hati kita berada. “Harta” kita mungkin bisa didefinisikan sebagai sesuatu yang lebih daripada sekedar uang kita. Di samping keuangan kita, waktu dan energi kita pun bisa dikategorikan sebagai harta kita. Jadi jika kita ingin membangun hati yang terhubung dengan mereka yang tinggal di negara-negara dimana terjadi penganiayaan, maka ada hal-hal sederhana yang bisa kita lakukan. Tentu saja kita bisa memulainya dengan terlebih dahulu mencari tahu siapa mereka dan dimana mereka berada, dan kita bisa mulai mendoakan mereka secara teratur. Jika anda adalah seorang pemimpin atau seorang pastor, saya mendorong anda untuk menyediakan waktu singkat ketika ibadah di gereja tengah berlangsung, untuk mendoakan saudara-saudari kita yang tengah dianiaya di seluruh dunia.
Dengan melakukan hal ini, anda sedang memfasilitasi berkembangnya sebuah ikatan antara seluruh jemaat anda dengan gereja yang dianiaya. Ini sesuatu yang baik untuk dilakukan bagi mereka yang hidup di negara yang nyaman seperti di Barat.
Yang kedua, kita bisa mulai dengan membangun hubungan-hubungan dengan orang-orang yang nyata, yang hidup di bawah ancaman penganiayaan. Menulis surat, e-mail, atau kunjungan-kunjungan adalah cara-cara sederhana yang bisa dilakukan untuk membangun ikatan saling mendukung. Jika anda memiliki sebuah keluarga muda dengan anak-anak, maka anda bisa “mengadopsi” sebuah keluarga di negara yang masih ada penganiayaan. Keluarga anda bisa saling berkirim surat dan anak-anak bisa membuat lukisan/gambar dan saling mengirimkan hadiah-hadiah kecil satu sama lain. Sebagai sebuah keluarga, anda bisa secara reguler mendoakan teman-teman anda yang ada di Pakistan, Cina, Irak, atau dimana pun mereka tinggal.
Dan yang terakhir, tentu saja anda bisa mengirimkan uang. Jangan merasa bahwa anda wajib memberikan uang dalam jumlah besar kepada mereka, tetapi berikan jumlah tertentu yang anda kirim setiap bulan kepada mereka; dan berikan ketika anda merasa sejahtera untuk memberikannya. Bahkan ketika anda cuma bisa memberikan lima dollar per bulan, anda tetap telah menanam sebuah benih dan membangun sebuah jembatan.
Bagaimana anda bisa melibatkan diri dengan gereja yang dianiaya? Pertama-tama, ada bermacam-macam organisasi yang melayani secara langsung gereja-gereja yang dianiaya di seluruh dunia. Setiap pelayanan memiliki penekanannya sendiri. Saya akan menunjukkan pada anda empat jenis pelayanan yang sangat baik, yaitu:
Voice of the Martyrs di www.persecution.com
Operation Nehemiah di www.operationsnehemiah.org
The Barnabas Fund di www.barnabasfund.org
Open Doors Ministries di www.opendoorsusa.org
Tiap pelayanan memiliki sebuah newsletter yang menyediakan informasi mengenai kejadian-kejadian terkini, di samping pokok-pokok doa dan cara-cara praktis bagaimana anda bisa mendukung pekerjaan mereka. Jika anda punya e-mail, maka setiap organisasi akan mengirimkan berita-berita terkini dan pokok-pokok doa, yang akan dikirim setiap hari lewat e-mail. Hubungilah salah satu dari organisasi-organisasi ini dan minta mereka untuk membantu anda membangun sebuah kontak seperti yang telah kita diskusikan di atas.
MEMPERSIAPKAN DIRI UNTUK MENJADI MARTIR
Tetapi kesyahidan bukan hanya sesuatu yang kita pikirkan mengenai mereka yang tinggal di negara yang jauh. Tiap orang yang mengklaim dirinya sebagai “orang Kristen” harus mempersiapkan hatinya untuk menjadi martir. Ini bukanlah sebuah persiapan yang bisa dipilih oleh mereka yang tinggal di negara dunia ketiga atau mereka yang hidup pada kurun waktu tertentu dalam sejarah dunia. Mempersiapkan diri menjadi martir senantiasa merupakan bagian dari apa artinya menjadi seorang Kristen sejati. Kekristenan adalah satu-satunya agama yang telah memperlihatkan teladan tertinggi dimana ada seorang Manusia (Yesus) yang dianiaya dengan sangat sadis dan kemudian dibunuh di depan publik. Sebagai orang-orang Kristen kita adalah pengikut-pengikutNya. Sayangnya konsep kesyahidan masih menjadi konsep yang asing bagi kebanyakan kita yang tinggal di kebudayaan Kristen Barat. Tetapi di banyak tempat dalam dunia kita saat ini, misalnya Cina, Pakistan atau di Timur Tengah, mereka yang memilih untuk menjadi pengikut Yesus, semuanya menyadari bahwa mereka harus berkata “Ya” terhadap potensi bahwa suatu hari nanti bisa saja mereka akan menjadi martir. Ini juga yang terjadi terhadap orang-orang Kristen yang hidup pada kurun waktu tiga ratus tahun pertama dari sejarah gereja. Penganiayaan dan menjadi martir adalah sesuatu yang umum dialami oleh mereka, khususnya yang memegang posisi-posisi sebagai pemimpin.
KESYAHIDAN DAN MUJIZAT
Namun selama periode gereja mula-mula, dan sejak komunis mengambil alih Cina, ketika kesyahidan menjadi sesuatu yang umum terjadi, ternyata gereja bertumbuh dengan subur. Bukan hanya gereja bertumbuh dalam atmosfer seperti itu, tetapi bahwa ia juga mengalami kuasa yang sangat dahsyat. Mujizat-mujizat, nubuatan-nubuatan, pengalaman-pengalaman dengan malaikat, penglihatan-penglihatan: ini semua adalah pengalaman-pengalaman yang biasa kita baca di sebuah atmosfer ketika terjadi aniaya yang hebat. Karena itu tidaklah mengherankan, Alkitab sendiri mengatakan bahwa pada hari-hari terakhir, ketika penganiayaan semakin meningkat di seluruh dunia, gereja yang menjadi semakin besar juga akan mengalami kuasa yang dahsyat seperti itu:
Dan akan terjadi pada hari-hari terakhir, Elohim berfirman, Aku akan mencurahkan dari Roh-Ku ke atas semua daging, dan anak-anak lelakimu dan anak-anak perempuanmu akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan melihat penglihatan, dan para tua-tuamu akan dimimpikan mimpi-mimpi;
bahkan, Aku pun akan mencurahkan dari Roh-Ku ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki dan ke atas hamba-hamba-Ku perempuan pada hari-hari itu, dan mereka akan bernubuat.
Dan Aku akan memberikan keajaiban-keajaiban di langit, di atas, dan tanda-tanda di bumi, di bawah: darah dan api dan kabut asap.
Matahari akan diubah menjadi gelap dan bulan menjadi darah, sebelum hari YAHWEH yang besar dan mulia itu datang. Kis 2:17-20
Alkitab menubuatkan dengan jelas bahwa hari-hari terakhir akan menjadi sebuah periode yang tidak hanya ditandai oleh penganiayaan dan kesyahidan, tetapi juga oleh pengurapan yang sangat melimpah oleh Roh Kudus sehingga akan banyak terjadi mujizat dan kuasa Tuhan akan didemonstrasikan. Tuhan akan menunjukkan tanda-tanda yang besar dan ajaib, bukan hanya di surga tetapi juga “di bumi yang ada di bawah.” Selama hari-hari terakhir, gereja secara simultan akan semakin memperlihatkan terangnya dan akan mengalami bagaimana kegelapannya dikalahkan.
DIKALAHKAN UNTUK MENJADI PEMENANG
Dalam kitab Daniel dan kitab Wahyu, kita bisa melihat artikulasi yang paling jelas dari paradoks ini. Ketika Tuhan menyatakan gambar-gambar mengenai hari-hari terakhir kepada Daniel, maka Daniel menjadi sangat bingung dan putus asa. Daniel sendiri berkata bahwa setelah ia melihat hal-hal itu, maka ia menjadi sakit dan tetap sakit selama beberapa hari. Apa yang disaksikan oleh Daniel? Ketika Tuhan mengunjungi Daniel dengan penglihatan-penglihatan mengenai hari-hari terakhir, ia melihat misteri dan paradoks dari salib sebagaimana yang dihidupi oleh gereja. Daniel melihat arti yang sesungguhnya yaitu gereja secara literal pada hari-hari terakhir akan mengalahkan Setan dan tanduk-tanduknya, dan mereka akan menerima upah mereka yaitu Kerajaan Elohim:
Aku melihat tanduk (anti Kristus) itu mengadakan perang melawan orang-orang kudus dan menguasai mereka,
sampai Yang Lanjut Usia itu datang. Dan keadilan diberikan kepada orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi; dan waktunya tiba, dan orang-orang kudus itu memiliki kerajaan.
Demikianlah dia berkata, “Binatang yang keempat itu akan menjadi kerajaan yang keempat di bumi, yang akan berbeda dengan segala kerajaan dan akan menelan seluruh bumi, menginjak-injaknya, serta meremukkannya.”
Dan kesepuluh tanduk dari kerajaan ini ialah kesepuluh raja; mereka akan muncul dan yang lain akan muncul sesudah mereka. Dan dia akan berbeda dengan raja yang pertama, dan dia akan merendahkan tiga raja.
Dan dia akan mengucapkan perkataan yang menentang Yang Mahatinggi, dan akan membinasakan orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi, dan dia bermaksud untuk mengubah waktu dan hukum. Mereka akan diserahkan ke dalam tangannya hingga satu masa dan dua masa dan setengah masa.
Tetapi, pengadilan akan bersidang, dan mereka akan merenggut kekuasaannya untuk menghancurkannya dan memusnahkannya sampai lenyap.
Pemerintahan, kekuasaan, dan kebesaran kerajaan di bawah seru segenap langit akan diberikan kepada orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi, kerajaan-Nya adalah kerajaan yang kekal. Dan segala kekuasaan akan melayani dan patuh kepada-Nya.
Beginilah akhir berita itu. Aku, Daniel, pikiranku sangat menggelisahkanku, dan air mukaku berubah. Namun aku menyimpan perkara itu dalam hatiku.
Daniel 7:21-28
Bagian di atas merefleksikan apa yang dicatat dalam kitab Wahyu:
Dan kepadanya diberikan sebuah mulut yang berkata-kata besar dan hujatan, dan kepadanya diberikan wewenang untuk melakukannya selama empat puluh dua bulan.
Dan dia membuka mulutnya sebagai hujatan terhadap Elohim, untuk menghujat Nama-Nya dan kemah-Nya dan mereka yang berdiam di surga.
Dan kepadanya ditetapkan untuk melakukan peperangan dengan orang-orang kudus dan untuk menaklukkan mereka. Dan kepadanya diberikan wewenang atas setiap suku dan bahasa dan bangsa.
Dan semua yang tinggal di bumi yang namanya tidak tertulis di dalam Kitab Kehidupan Anak Domba yang disembelih sejak permulaan dunia ini, mereka akan menyembah kepadanya. Siapa mempunyai telinga, biarlah dia mendengarkan.
Jika seseorang mengumpulkan tawanan, dia pergi menuju penawanan; jika seseorang membunuh dengan pedang, seharusnyalah dia dibunuh dengan pedang. Ini adalah ketabahan dan iman orang-orang kudus.
Wahyu 13:5-10
Orang-orang kudus pada akhir zaman akan di “taklukkan.” Mereka akan gugur oleh ujung pedang. Mereka akan ditawan oleh para tentara Anti Kristus dan jutaan orang akan menjadi martir. Kitab Wahyu mengatakan bahwa mereka yang masuk ke dalam periode tribulasi jumlahnya akan sangat banyak sehingga “tak ada orang yang bisa menghitungnya”:
Sesudah hal-hal ini aku melihat, dan lihatlah, suatu kerumunan orang banyak yang tidak seorang pun dapat menghitungnya, berasal dari setiap bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, seraya berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba itu, dengan mengenakan jubah panjang putih dan ranting-ranting palem ada di tangan mereka,
dan sambil berteriak dengan suara nyaring seraya berkata, “Keselamatan bagi Dia yang duduk di atas takhta, yaitu Elohim kita, dan bagi Anak Domba.”
Dan semua malaikat berdiri di sekeliling takhta dan para tua-tua dan keempat makhluk hidup itu, dan mereka tersungkur dengan wajahnya di hadapan takhta itu dan menyembah Elohim,
seraya berkata, “Amin! Berkat dan kemuliaan dan hikmat dan ucapan syukur dan hormat dan kuasa dan kekuatan bagi Elohim kita untuk selama-lamanya, amin!”
Dan seorang dari para tua-tua itu menjawab seraya berkata kepadaku, “Mereka ini yang mengenakan jubah panjang putih, siapakah mereka dan dari manakah mereka datang?”
Dan aku berkata kepadanya, “Tuan, engkau sudah tahu.” Dan dia berkata kepadaku, “Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesukaran besar dan mereka telah mencuci jubah panjang mereka dan memutihkan jubah panjangnya dengan darah Anak Domba.
Sebab itu, mereka ada di hadapan takhta Elohim dan mereka beribadah kepada-Nya siang dan malam di tempat kudus-Nya. Dan Dia yang duduk di atas takhta itu akan berdiam di antara mereka.
Mereka tidak akan pernah lapar lagi dan tidak akan pernah haus lagi, bahkan matahari ataupun segala macam panas, sekali-kali tidak akan pernah menimpa ke atas mereka.
Wahyu 7:9-16
Dalam ayat-ayat di atas, kita melihat paradigma yang menegaskan gereja pada hari-hari terakhir. Ini adalah paradoks dari salib: Seperti Tuhan dan Guru mereka, mereka yang dikalahkan serta ditaklukkan sebenarnya mereka itu adalah para pemenang yang sesungguhnya. Ketika para tentara anti Kristus berpikir bahwa dengan menaklukkan pencela mereka secara fisik dan militer, mereka akan meraih kemenangan. Tetapi yang sebenarnya terjadi adalah mereka sedang menjerat diri mereka sendiri. Dalam hikmat Tuhan, bahkan saat berada di salib, seorang yang tampaknya sangat dihinakan, dipukuli dan dikalahkan; sesungguhnya Ia sendirilah yang secara literal telah menghancurkan Setan di bawah kakiNya (Roma 16:20). Tetapi bagaimana mereka menaklukkanNya?
Dan mereka telah menaklukkannya melalui darah Anak Domba dan melalui perkataan kesaksian mereka; mereka tidak menyayangi jiwa mereka bahkan sampai pada kematian.
Wahyu 12:11
Para penakluk akan mengarahkan mata mereka tepat pada Yesus, yang bukan hanya pemberi dan penyempurna iman kita (Ibrani 12:2), tetapi juga teladan kita. Yesus telah menetapkan tiangnya. Kesyahidan seperti ini adalah bagi mereka yang telah memilih untuk menjadi pengikut-pengikut Yesus yang memenuhi buku-buku sejarah kekristenan. Setiap rasul, kecuali satu orang, diyakini oleh para ahli sejarah gereja harus menjalani kematian sebagai seorang martir ketika memberitakan berita Kristen.
KEMATIAN STEFANUS DAN ANDREAS
Jika anda membaca kitab Kisah Para Rasul, maka anda bertemu dengan cerita mengenai Stefanus, salah seorang tua-tua di gereja mula-mula. Seperti orang-orang percaya pada hari-hari terakhir, Stefanus adalah seorang pria yang “penuh dengan kasih karunia dan kuasa Tuhan,” dimana ia melakukan banyak perbuatan-perbuatan dan tanda-tanda mujizat yang besar diantara orang-orang pada masa itu. Stefanus kemudian mati sebagai martir oleh karena berita Injil yang ia sampaikan dengan penuh keteguhan hati. Dan seperti Gurunya, sebelum mati Stefanus mendoakan mereka yang sudah membunuhnya:
Dan mereka terus merajam Stefanus yang tengah berseru dan berkata, “Ya Tuhan YESUS, terimalah rohku!”
Dan, sambil bertekuk lutut, dia berseru dengan suara nyaring, “Ya YAHWEH, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” Dan setelah mengatakan itu, ia pun meninggal.
Kis 7:59-60
Stefanus hanya seorang manusia biasa. Tetapi Stefanus adalah seorang pemenang. Jika Yesus adalah teladan kita yang terutama, maka Stefanus telah membuktikan bahwa adalah mungkin bagi kita semua untuk juga menjadi para pemenang.
Andreas adalah saudara Petrus dan salah seorang dari kedua belas murid. Andreas pun mati sebagai martir. Kisah mengenai kematiannya dicatat dalam sejarah gereja. Saya tak pernah membaca kisah kematian Andreas tanpa menangis:
Saudara Petrus, disalibkan oleh Aegeas, seorang gubernur Roma, di kota yang bernama Sebastopolis. Andreas membawa banyak sekali orang kepada iman di dalam Yesus Kristus sehingga akhirnya sang gubernur datang ke provinsi itu untuk memaksa orang-orang yang baru saja menjadi Kristen mempersembahkan korban kepada dewa-dewa dan menyangkali iman mereka. Andreas menantang Aegeas secara langsung, memberitahukan padanya agar ia menolak dewa-dewa dan berhala-berhalanya yang palsu itu; serta mendeklarasikan bahwa dewa-dewa dan berhala-berhala Roma bukanlah Tuhan melainkan Iblis dan musuh-musuh kemanusiaan. Dalam geramnya, prokonsul memerintahkan Andreas untuk tidak berkotbah dan mengajar, sebab jika ia melakukannya maka ia akan diikat pada kayu salib. Andreas menjawab,”Saya tidak akan mengkotbahkan kehormatan dan kemuliaan salib, jika aku takut dengan kematian di kayu salib.” Dengan segera ia didakwa. Ketika Andreas dibawa ke tempat eksekusi, ia melihat salib dari kejauhan dan berseru, “Oh salib, yang paling saya dambakan dan cari! Dengan pikiran yang rela, sukacita dan keinginan yang kuat, aku akan datang padamu, menjadi pelajar yang baik dari DIA yang sudah digantung di situ: sebab aku selalu menjadi kekasihNya, dan sangat rindu untuk memelukNya.”1
Setiap kali saya membaca kisah ini, saya berdoa supaya ketika kesempatanku tiba, maka aku akan memiliki roh yang sama seperti itu. Jelas bahwa Andreas sesungguhnya sudah mengantisipasi dan menantikan momen itu. Andreas tidak mengabaikan kemungkinan menjadi seorang martir hingga momen itu menghampirinya. Bahkan ia sendiri sebelumnya sudah merenungkan ide itu. Tidak terhitung cerita-cerita yang dicatat dalam sejarah gereja mengenai mereka yang menjalani kematian yang mulia di dalam anugerah Tuhan. Saya mendorong anda untuk sesekali membaca cerita-cerita seperti itu dan berbicaralah dengan Tuhan mengenai perasaan anda mengenai kesyahidan. Banyak kisah-kisah seperti itu bisa ditemukan dalam buku seperti the Foxes Book of Martyrs atau buku yang lebih modern Jesus Freaks yang dipublikasikan oleh Voice of the Martyrs.
APAKAH KESYAHDIAN ADALAH MULIA? MERANGKUL KEHINAAN SALIB
Mendengar cerita-cerita mengenai mereka yang mati dengan roh yang berani adalah sesuatu yang membesarkan hati kita. Tetapi saya meyakini tidak semua martir mati dengan roh seperti itu. Ketika kita suka membaca kisah-kisah yang berani tentang para martir disepanjang sejarah gereja, saya secara pribadi tidak berpikir bahwa setiap kesyahidan pasti merupakan sesuatu yang penuh kemuliaan. Realitas yang sesungguhnya, jarang terjadi seperti yang digambarkan dalam buku-buku. Terlintas dalam pikiran saya cerita yang belum lama terjadi mengenai seorang martir Kristen dari Korea Selatan yang bernama Kim Sun-Il, yang secara spesifik dibunuh hanya karena ia adalah seorang Kristen yang membagikan imannya kepada orang-orang Irak.
Kim Sun-Il adalah seorang Kristen Injili yang selalu memimpikan untuk menjadi misionaris bagi orang-orang Muslim. Ia belajar bahasa Arab untuk tujuan ini, dan berada di Irak untuk bekerja sebagai seorang penterjemah. Ia selalu membagikan berita Injil kepada mereka yang datang untuk berhubungan dengannya. Setelah kematian Kim, kelompok yang mengaku bertanggungjawab atas kematiannya, Tawhid wa al-Jihad membuat statement di website mereka:
Kami telah membunuh seorang kafir yang mencoba mempropagandakan Kekristenan di Irak...Orang kafir ini belajar teologi dan mempersiapkan diri untuk menjadi seorang misionaris di dunia Islam. 2
Jadi ketika banyak orang berasumsi bahwa Kim hanyalah seorang yang dipenggal karena alasan politik, tetapi bagi mereka yang membunuhnya, mereka melakukannya karena ia berbicara mengenai Yesus bagi orang-orang Irak.
Ketika Kim mendengar jelas panggilan Tuhan atas hidupnya dan dipersiapkan selama bertahun-tahun; tetapi ketika ia menemukan dirinya berada di tangan orang-orang jahat yang bermaksud membunuhnya, ia sendiri menjadi putus asa. Ia menangis dan memohon dengan sangat untuk tidak dibunuh. Rekaman ini diperlihatkan di seluruh dunia. Tiga hari kemudian lehernya dipenggal dan video tape pemenggalan itu dikirimkan ke sejumlah website. Mereka yang telah menyaksikan film ini mengatakan bahwa Kim tidak menangis atau mengemis untuk hidupnya, atau berjuang sebagaimana orang-orang yang menangkapnya membacakan pesan mereka kepada dunia kepada dunia dan kemudian memenggalnya. Mereka mengatakan bahwa Kim mati sebagai seorang yang memiliki ketetapan hati dan tidak mengajukan protes dengan berani.
Mengapa saya menyebutkan peristiwa yang sangat mengerikan ini? Sebab ini adalah sebuah realitas. Dalam anugerah dan kedaulatan Tuhan yang mengijinkan Sun mati, tampaknya ia telah menerima nasibnya dan menghadapinya dengan sebuah ketetapan hati yang solid. Tetapi realitasnya adalah bahwa hanya beberapa hari sebelum kematiannya, ia menangis dan memohonkan agar ia tidak dibunuh. Dan kebenaran yang sesungguhnya adalah, kebanyakan dari kita pun akan melakukan hal yang sama.
Dalam mempersiapkan hati kita untuk menjadi martir, saya pikir adalah penting supaya kita menyingkirkan pemahaman kita yang keliru bahwa kesyahidan adalah sebuah peristiwa kepahlawanan, penuh kemuliaan dan kehormatan seperti yang kita baca dalam halaman-halaman sejumlah buku-buku Kristen. Kita harus ingat fakta yang paling penting bahwa kesyahidan tidak dimaksudkan untuk membuat para martir kelihatan hebat. Menjadi martir bukanlah mengenai kemuliaan orang-orang Kristen, tetapi mengenai kemuliaan Tuhan.
Di sini saya mau bersikap jujur untuk sejenak. Inti yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa saya menduga pada tingkatan tertentu, kita sebagai orang Kristen – khususnya kaum pria – mungkin memiliki gambaran yang agak macho (jantan) atau idealistik dalam pikiran kita mengenai kesyahidan. Saya takut banyak orang-orang muda di gereja berpikir bahwa menjadi martir sebagai sesuatu yang “kelihatannya mempesona.” Kita membayangkan bagaimana kita akan dikenang jika kita mati sebagai seorang martir. Artinya bahwa kita akan meraih status sebagai legenda Kristen.
Tetapi jika kesyahidan adalah identifikasi dengan kematian Tuhan kita – kematian Yesus di atas kayu salib, bukankah bahwa kesyahidan juga sebuah peristiwa yang memalukan? Apakah kesyahidan dibatasi hanya sekedar sebuah kematian yang cepat? Atau apakah kesyahidan juga termasuk penderitaan, penganiayaan, dan kehinaan yang menyenangkan. Sekali lagi, kepada siapa Yesus diserahkan? Yesus tidak hanya menanggung kesakitan tetapi juga perasaan malu dan kehinaan yang besar selama ia diadili dan disalibkan. Dan bukan hanya dipermalukan dan dihina, tetapi bahwa beban yang sangat besar menindih jiwa dan rohNya hingga Ia sampai mencucurkan keringat darah. Saya memikirkan banyak cerita yang muncul dari Irak setelah perang berakhir. Saya mendengar cerita-cerita dari orang-orang yang diberikan pilihan untuk mengakui kejahatan yang tak pernah mereka lakukan atau menyaksikan anggota-anggota keluarga mereka diperkosa, dianiaya dan dibunuh. Bagaimana jika anda diberikan pilihan untuk menyangkali Yesus atau menyaksikan anak-anakmu dilecehkan dan dianiaya pelan-pelan hingga menemui ajal? Yang mana yang akan anda pilih? Saya memahami bahwa ini adalah sebuah mimpi buruk meski jika ini hanya ada dalam pikiran kita. Maafkan saya untuk membawa pikiran anda ke sini, tetapi ini juga sebuah poin yang perlu kita pikirkan. Kesyahidan bukan lambang kejantanan. Kesyahidan juga bukan kemuliaan. Kesyahidan pun bukan sekedar menanggung kesakitan yang sangat besar. Kesyahdian juga bukan hanya mati dengan penuh keagungan. Kesyahidan adalah keadaan yang memalukan, penuh kehinaan, membingungkan, dan penuh kekacauan yang belum pernah dialami oleh kebanyakan orang. Bagi saya secara pribadi, tidak membutuhkan waktu cukup panjang sebelum saya mulai mengeluh kepada Tuhan atas keadaan sulit paling ringan yang saya alami dan membuat saya jatuh ke dalam sikap yang berdosa. Jika demikian, bagaimana seseorang mempersiapkan hatinya pada kesyahidan? Kita bisa memulainya hari ini. Kesyahidan bukanlah sebuah peristiwa yang terjadi satu kali. Kesyahidan adalah identifikasi dengan Yesus ketika Ia berada di atas kayu salib. Dan memikul salib kita seharusnya sesuatu yang kita latih setiap hari.
Dan Dia berkata kepada semua orang, “Jika seseorang ingin ikut di belakang-Ku, biarlah dia menyangkal dirinya, dan memikul salibnya setiap hari, lalu mengikut Aku.
Lukas 9:23
Bukankah ini adalah sesuatu yang sudah kita tandatangani? Sebuah latihan seumur hidup yaitu supaya kita mati bagi diri kita sendiri, dan hidup bagi kemuliaan Tuhan dan bukan kemuliaan diri kita? Kita tidak bisa berharap berjalan menurut cara-cara kita sendiri pada hari ini, dan berharap untuk mati bagi Tuhan besok. Kesyahidan adalah sesuatu yang harus mulai kita hidupi saat ini juga.
Siapa yang menang, Aku akan mengaruniakan kepadanya untuk duduk bersama Aku di takhta-Ku, sebagaimana Aku pun menang dan duduk bersama Bapa-Ku di takhta-Nya. Siapa yang mempunyai telinga, biarlah dia mendengarkan apa yang Roh katakan kepada gereja-gereja.” Wahyu 3:21-22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar